Di rumah kita berbagi cerita. Dan engkau
menabur banyak benih kekaguman di hatiku. Saat kau shalat di rumah,
desah khusyu memanggil Rab sungguh mengharu biru. Kuteriakkan dalam
hatiku, ” Rab, seperti inilah lelaki pujaanku!”
Lembut matamu memandangku. Kuteriakkan
padamu,” jangan menatapku begitu, Ben. Daku malu!” Kau pun tersenyum
kemudian meminum teh botol yang kusuguhkan.
Setelah itu kita sama-sama mengandung
rindu. Tapi seperti jumpa perdana, pertemuan berikutnya susah rasanya.
Kau dijerat kesibukan luar biasa. Padahal jarak bukan masalah bagi kita.
Kau tidak lagi di Perancis sana. Kau ada di Jakarta. Dengan dua jam
saja sebenarnya kita bisa bersua.
“Aku rindu,” smsku hari itu.
“Aku juga sangat rindu padamu,” jawabnya.
“Jadi kapan kita dapat bertemu?” tanyaku menghiba.
“Secepatnya. Jika aku tidak sibuk tentu saja.”
Uh, jadi sangat benci sekali dengan kata itu. Kata itu telah menjadi racun dalam kehidupanku. Sibuk, sibuk dan sibuk.
http://9triliun.com/artikel/13412/contoh-cerpen-singkat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar